Kamis, 30 April 2009

mari kita tengok UU 26/2007

Review
oleh: Erlangga

Dalam undang-undang republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 telah dijelaskan dalam
pasal 17 dalam ayat 4 dan 5 yang berbunyi :

Ayat 4 :Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi,
pertahanan, dan keamanan.

Ayat 5 : Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.

Dalam penjelasan atas pasal pada ayat 4 dan 5 dalam UU 26 2007 diterangkan bahwa :

Ayat 4 :cukup jelas

Ayat 5 :Penetapan proporsi luas kawasan hutan terhadap luas daerah aliran sungai dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan tata air, karena sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai curah dan intensitas hujan yang tinggi, serta mempunyai konfigurasi daratan yang bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi, sedimentasi, serta kekurangan air. Distribusi luas kawasan hutan disesuaikan dengan kondisi daerah aliran sungai yang, antara lain, meliputi morfologi, jenis batuan, serta bentuk pengaliran sungai dan anak sungai. Dengan demikian kawasan hutan tidak harus terdistribusi secara merata pada setiap wilayah administrasi yang ada di dalam daerah aliran sungai.

Dengan melihat penjelasan maupun melihat langsung dari ayat-ayat tersebut, sudah jelas ayat-ayat ini dibuat untuk menjaga keseimbangan ekosistem alam. Dalam konteks ini rencana tata ruang wilayah dalam sebuah kota sedikitnya harus mempunyai RTH (ruang terbuka hijau) sebanyak 30 persen. dapat dikatakan Saat ini Indonesia telah menetapkan penataan ruang berbasis ekosistem.

Melirik ke kota Jakarta, saat ini kota jakarta sedang dilanda krisis RTH. Karena di kota Jakarta
yang diutamakan hanya kegiatan yang dinilai dari segi ekonomi. pemerintah kota Jakarta sendiri
sudah lupa akan betapa pentingnya ekologi kota. Akibatnya banjir yang terkenal di Kota Jakarta tak kunjung selesai dari permasalahan bencana alam Kota Jakarta itu sendiri.

Dari tahun ke tahun RTH Kota Jakarta semakin surut, kebanyakan RTH di kota ini Dialih fungsikan menjadi pusat kegiatan lain, banyak yang menjadikan RTH ini sebagai pusat kegiatan ekonomi. Sesungguhnya RTH mempunyai fungsi ekologi dan sosial budaya. Mantan Menteri lingkungan hidup, Sony keraf mengatakan bahwa makna kehidupan manusia yang sepenuhnya tidak hanya ditemukan dalam komunitas sosial dalam relasi dengan sesamanya, melainkan bisa ditemukan pula dalam komunitas ekologis dalam perwujudan dirinya sebagai makhluk ekologis. Tidak dipungkiri lagi manusia sangat bergantung dengan ekosistem ekologi untuk kebutuhan hidupnya.

Faktanya dari tahun ke tahun RTH Kota jakarta semakin berkurang, berikut data yang ditemukan:
Luas RTH Jakarta pada tahun 1972 adalah 32.110,30 ha (49,40%)
Luas RTH Jakarta pada tahun 1976 adalah 30.990,32 ha (47,67%)
Luas RTH Jakarta pada tahun 1979 adalah 27.014,23 ha (41,56%)
Luas RTH Jakarta pada tahun 1985 adalah 23.551,35 ha (36,23%)
Luas RTH Jakarta pada tahun 1995 menurun menjadi (24,88%)
Dan diperkirakan Tahun 2008 RTH Jakarta tidak lebih dari 9 persen.

Sungguh sangat terlalu, Target Kota Jakarta sendiri pada RTRW 2010 yang terdapat dalam peraturan daerah Nomor 6 tahun 1999 hanya 13,94 persen. jika menengok ke UU 26 2007 pada pasal 17 ayat 4 dan 5, Kota jakarta sangat tidak sesuai. Kota jakarta sangat jauh dari ketentuan, Kota Jakarta seperti tidak menyediakan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan. Mungkin saat ini pemerintah Kota Jakarta sedang berupaya menuju RTH 30 persen. karena ambisi pemerintah kota jakarta yang ingin mencapai RTH 30 persen, banyak penggusuran-penggusuran paksa yang dilakukan. Dan itu pun tidak bisa dipungkiri lagi.

dalam keputusan menteri permukiman dan prasarana wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 telah ditetapkan enam pedoman bidang penataan ruang, yaitu :
I : Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
II : Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
III : Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
IV : Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
V : Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
VI : Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan khususnya didalam produk Rencana Teknik Ruang kawasan Perkotaan ini memiliki fungsi sebagai dasar pengendalian penataan ruang agar terciptanya ruang kota yang berkelanjutan, serasi dan selaras. Dalam prosesnya dilakukan penentuan kawasan perencanaan perkotaan, identifikasi permasalahan pelaksanaan pembangunan kawasan, perkiraan kebutuhan pelaksanaan pembangunan kawasan, perumusan rencana teknik ruang kawasan perkotaan, dan penetapan rencana teknik ruang kawasan. Dimana dalam proses ini masyarakat berhak berpatisipasi dalam perencanaan serta berkewajiban manaati rencana yang sudah ditetapkan.

Jika kita melihat kembali Pedoman Rencana Teknik kawasan Perkotaan atau yang sering disebut rencana tata bangunan dan lingkungan, Dalam salah satu muatan rencana dari rencana teknik kawasan perkotaan yaitu rencana tapak pemanfaatan ruang lingkungan perkotaan yang meliputi rencana ruang hijau dan penghijauan Dalam hal ini jakarta belum mampu melakukan rencana tersebut. jakarta sebagai kota besar tentu terkesan mengabaikan lingkungan, itu terbukti dengan menurunnya RTH. Padahal Jakarta memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi dan masyarakat sangat membutuhkan nuansa ekologis. Mungkin jakarta lebih mefokuskan ke rencana struktur tata ruang kawasan perkotaan metropolitan. Meskipun demikian pemkot Jakarta sedang mengupayakan Kota Jakarta menuju Kota Ekologis karena sudah ditetapkan dalam UU 26 2007 paling sedikit hutan atau RTH 30 persen.

Para perencana Kota jakarta harus menjadikan pedoman penyusunan rencana tata ruang kawasan perkotaan ini sebagai acuan dalam pelaksanaan rencana tata ruang kawasan perkotaan, agar Kota Jakarta menjadi lebih efisien, selaras, serasi dan seimbang serta pembangunannya yang berkelanjutan.



Referensi
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007
Keputusan menteri prasarana wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan
Purnawan, sani A. 2008. Penataan ruang berbasis ekosistem. (online), (http://fpks-dprd
jakarta.org/kolom/penataan-ruang-berbasis-ekosistem.htm). Diakses pada tanggal 28
desember 2008.
Manek, Victor. 2002. Mewujudkan jakarta sebagai kota ekologis. (online),
(http://sinarharapan.co.id/berita/0202/12/eko05.html). Diakses pada tanggal 25 desember
2008

1 komentar: